Cinta merupakan orientasi dari penyampaian emosi dari tiap-tiap individu, cinta itu ibarat ikatan kovalen, memiliki karakteristik berupa pasangan elektron yang saling terbagi diantara atom yang berikatan. Bisa berupa kovalen polar maupun kovalen nonpolar, setidaknya begitulah penggambaran cinta tanpa harus tahu apakah ini benar atau tidak. Ikatan polar terjadi jika salah satu memiliki energi yang lebih besar sedangkan ikatan non polar terjadi jika keduanya memiliki afinitas yang sama.Tak usah dipahami, begitulah cinta mengalir dengan sendirinya. Cinta itu ibarat rumus e=mc2, simpel tapi sangat sulit untuk dipahami, cinta itu seperti perhitungan matematika 1 + 1 = 2, namun cinta bukan sesuatu hal yang bisa dilogika kan. Apa itu cinta, apakah sejenis kata sampah yang menjadi dasar hubungan setiap orang, baik itu kepada sesama manusia, mahluk hidup maupun kepada Tuhan.

       Tidak semua orang beruntung mendapatkan cinta yang mereka inginkan, sayangnya cinta bukan seperti arus dua arah yang terus berulang dan memberikan rasa satu sama lain. Cinta juga bisa berupah one direction, satu arah. Cinta juga bisa kehabisan energi, cinta butuh diisi ulang, cinta juga bisa usang, cinta juga bisa mati. Mencintai tanpa dicintai, bagaimanakah rasanya, apakah setiap pengorbanan yang dilakukan akan mendapat balasan setimpal, apakah cinta yang begitu besar akan dibalas dengan kasih yang sama. Sayangnya tidak, seolah takdir juga lah yang menentukan bagaimana perjalanan cinta seseorang. Baiknnya, setiap orang bebas mencintai, bebas menyukai apa yang mereka pilih, bebas mengekspresikan cinta mereka, namun tidak akan bisa menetukan balasan atas cinta tersebut. Bisa berupa pahit, sedih, dan duka. Akankah cinta kepada Tuhan menjadi jalan satu-satunya jalan untuk mengadu, akankah cinta kepada Tuhan akan terbalas, atau hanya membuang energi tanpa tahu landasan dari cinta tersebut.

     Sebagian mengatakan, cinta adalah representasi dari diri kita, baik buruknya kita juga menentukan kualitas cinta yang akan kita dapatkan. Cinta itu ibarat hubungan sebab akibat, bagaimana kamu memperlakukannya, begitu juga dia akan memperlakukanmu.

    Namun kadang hal ini tidak berlaku, sebagian terlahir kedunia adalah untuk dibenci, sebagiannya untuk dicintai, sejak awal terlahir, cinta, dan mati merupakan peristiwa pening dalam hidup. Katanya kita bisa memilih, kita bisa menentukan, ya itu benar. Kita bisa menentukan mana yang terbaik untuk diri kita. Tapi kita tidak bisa menentukan kita akan menjadi yang terbaik untuk orang lain. Jika diberikan pilihan, manakah lebih baik dicintai atau mencintai, mungkin semua orang akan memilih untuk dicintai. Tapi tidak, mencintai adalah emosi yang sangat dalam, perasaan rela berkorban, perasaan damai, semua tentang kebaikan, luapan hati yang murni namun sangat rentan dengan kerapuhan. Sedikit saja, cinta dapat berubah menjadi rasa benci mendalam, berubah menjadi luka bahkan menjadi kutukan. Mereka bilang, cinta itu buta, cinta itu memakai mata hati. Kalau memang benar, cinta itu tidak akan terdefenisi. Sayangnya kata romantis tentang cinta adalah tuntunan bagi banyak orang yang menjadi pemuja sejati tanpa tahu itu hanyalah kebohongan.

    Cinta itu buta, that’s bullshit. Cinta itu tidak memandang rupa, materi, that’s bullshit. Bahkan sebelum cinta ada, matalah yang menjadi indra pertama menyampaikan emosi cinta hingga mengalir ke otak. Yang katanya cinta dapat membuat jantung berdegup tidak karuan, matalah yang menyampaikan informasi lewat aliran darah hingga mencapai jantung.

     Bahkan jika mata tidak ada, indra-indra lain dapat menjadi penyampai informasi ke dalam diri kita, telinga, perasa dan lainnya. Semua itu tidak buta, mereka tahu kemana arus mereka untuk menyampaikan informasi. Tidak ada yang buta, semunya jelas kelihatan. Bahkan bagi orang buta sekalipun.

    Buta itu hanyalah ilusi jika disandingkan dengan cinta, buta itu hanyalah frasa romantis bagi orang-orang yang jatuh cinta. Padahal melebihi hal itu, cinta adalah sumber kekuatan di alam semesta ini.

“Selain menjadi sumber kebahagian, cinta juga merupakan penyebab kebencian.”